Selasa, 09 Maret 2010

BAGIAN-6
Arti sebuah nama.


‘Nama’.... adalah identitas sesuatu, yang dengannya sesuatu itu dapat dikenal. Sebuah nama tidak muncul begitu saja melainkan berasal dari sebuah defenisi atau konsep yang jelas terhadap sesuatu itu. Jika ada dua buah nama yang sama tetapi memiliki defenisi yang berbeda, maka keduanya berbeda. Sebaliknya kalau ada dua nama yang berbeda tetapi memiliki defenisi atau konsep yang sama, maka keduanya sama. Ilustrasi: orang Melayu memakai SEPATU. Kalau nama itu dia bawa ke Eropa misalnya, maka di sana tidak ada seorang pun yang memakai SEPATU. Tetapi kalau defenisinya yang dia bawa ke sana, maka banyaklah orang yang memakai sepatu tetapi namanya bukan SEPATU.
Jadi sebuah nama tidaklah lebih penting dari defenisi atau konsep dari nama tersebut. Pengetahuan terhadap sesuatu berarti bukan hanya sekedar nama yang diketahui, melainkan pengetahuan terhadap konsep sesuatu itu. Maka apa yang diajarkan oleh Allah SWT kepada Adam AS adalah bukan hanya sekedar nama-nama belaka terhadap segala sesuatu, melainkan pengetahuan terhadap segala sesuatu. (catatan: akan dibahas pada bagian selanjutnya). QS 2 ayat 31-32:
31. Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
32. Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."


Olehnya itu marilah kita meningkatkan pengetahuan terhadap defenisi tentang sesuatu, sebelum kita tertipu dengan adanya nama yang sama namun konsep berbeda. Sebagai contoh, defenisi tentang agama menurut Al Quran QS 30 ayat 30 berikut:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,

Fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu naluri untuk memikirkan asal kejadian/penciptaan dirinya, keberadaan dirinya di dunia ini yang pasti berhadapan dengan kematian, apa yang terjadi setelah kematian itu, kemudian muncul naluri untuk mencari keselamatan dirinya, maka dia berada di atas agama yang lurus, apa pun nama agama yang dianutnya. Tetapi kalau ada manusia tidak beragama, maka dia tidak akan memikirkan semua itu, hidup sekedar hidup, kalau mati berarti selesai.
Apakah ini berarti membenarkan semua agama? Tentu tidak, karena konsep agama itu hanya satu, dan Allah SWT menyebutnya dalam Al Quran sebagai Islam. QS 3 ayat 19:
Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

Kenapa hanya Islam? Karena agama mengajarkan bahwa semuanya dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Allah SWT telah melahirkan kita ke dunia, kemudian Dia mengajarkan agama kepada kita agar kita bisa kembali kepadaNya dengan selamat, maka tidak ada yang sampai kepadaNya dengan selamat kecuali dia berserah diri kepadaNya. QS 3 ayat 85:
Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.

Artinya kalau kita beragama, terus agama kita tidak mengajarkan untuk berserah diri kepada Allah, maka agama kita tidak akan di terima di sisiNya atau dapat di katakan kita tidak sampai kepadaNya, padahal kita semua ini akan kembali kepadaNya baik dengan suka maupun terpaksa. QS 3 ayat 83:
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan Hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.

Kalau segala yang di langit dan di bumi berserah diri, maka dapat dikatakan bahwa semua manusia pada dasarnya beragama Islam, namun derajat keislamannya berbeda-beda, dari yang paling rendah dan setengah-setengah, merekalah yang berserah diri dengan terpaksa, sampai islam kaffah (islam menyeluruh) yang berserah diri dengan suka. Yahudi dan Nasrani bukan nama sebuah agama, melainkan penyimpangan dari islam dengan ciri bahwa Yahudi menyimpang dari Islam karena faktor kesombongan, sedangkan Nasrani menyimpang dari islam karena faktor kesesatan.
Adapun nama islam ini kurang lebihnya dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Islam berarti berserah diri kepada Allah. Allah adalah sebuah nama yang memiliki konsep yang jelas, antara lain QS 114 ayat 1-4:
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."


Kalau ada nama yang sama dengan itu (Allah), tetapi konsepnya tidak sama dengan di atas, maka itu pasti bukan Tuhan, dan orang yang berserah diri kepadanya bukanlah muslim (beragama Islam). Tetapi kalau konsep ketuhanannya sama dengan di atas meskipun namanya bukan Allah, kemudian dia berserah diri kepadanya, maka sebenarnya dia adalah seorang muslim, meskipun nama agamanya bukan Islam.

b. Islam berarti keselamatan, sebagai rahmat bagi seluruh alam. Keberadaan seorang muslim di suatu tempat membawa keselamatan bagi segala sesuatu di tempat itu, baik tumbuhan, hewan, manusia dan alam sekitarnya secara keseluruhan. Kebiasaannya suka menanam dan merawat tumbuhan, memelihara dan merawat binatang, suka menolong orang yang membutuhkan, menjaga kebersihan lingkungan, memperbaiki yang rusak, dan lain sebagainya, dia tidak berada di suatu tempat melainkan orang-orang ditempat itu merasa selamat dengan keberadaannya, senang dengan keberadaannya karena memberi manfaat bagi masyarakat dan lingkungan di sekitarnya. Itulah muslim sejati. Kita jangan terpengaruh dengan orang yang mengatasnamakan Islam, kemudian dia berbuat kerusakan di mana-mana, melakukan pertumpahan darah, dsb karena tidak ada konsep Islam seperti demikian.
Bagaimana dengan ‘perintah membunuh orang kafir’ dalam Al Quran?
Keimanan atau kekafiran seseorang itu letaknya di dalam hati, tidak seorang pun bisa mengetahui sebesar apa keimanan atau kekafiran sesorang tersebut. Jadi kalau membunuh seseorang dengan alasan kekafirannya maka termasuk membunuh tanpa alasan yang jelas, dan bahanya sangat besar. QS 5 ayat 32:
Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.

Rasulullah SAW diberi kemampuan oleh Allah SWT untuk mengetahui tingkat keimanan seseorang. Beliau dapat mengetahui bahwa orang di hadapannya itu kafir, tetapi tidak serta merta Beliau membunuhnya kecuali orang tersebut hendak mencelakakan dirinya. Meskipun demikian, ketika orang tersebut tidak berdaya di hadapannya, maka Beliau tidak berbuat aniaya terhadap orang tersebut.
Karena kekafiran seseorang itu adanya di dalam hati, maka membunuh orang kafir bukan berarti menyebabkan dia mati kafir, melainkan merubah kekafiran yang ada dalam hatinya menjadi beriman, dan ini bisa dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat. Tentu senjatanya bukan pedang, melainkan lidah sebab lidah lebih tajam daripada pedang.
Saya tertegun ketika pada suatu Jumat sang Khatib membahas tentang Hadits Rasulullah SAW yang mengatakan “serendah-rendahnya iman adalah menyingkirkan duri dari jalanan.” Menyingkirkan duri dari jalanan menyebabkan orang yang melewati jalan itu selamat dari duri, tidak terluka, dan dapat melewatinya tanpa hambatan, itulah iman yang paling rendah? Ya Allah... bagaimana kalau saya sendiri yang jadi duri di jalanan, gara-gara saya jalanan jadi macet, supir angkot, tukang ojek, tukang becak, yang mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya jadi terhambat sehingga anak istrinya bisa mati kelaparan, ada orang yang sakit di atas mobil ambulan terpaksa meninggal karena terlambat di bawa ke rumah sakit, orang-orang menjadi kesulitan untuk menyelesaikan urusannya, dsb, penyebabnya karena saya menjadi duri di jalanan itu... kira-kira sebesar apa keimanan saya???

BERSAMBUNG